Jangan Panggil Mereka dengan Sebutan "Wahabi": Menjaga Kerukunan dalam Keberagaman

Dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam komunitas Muslim, keberagaman pandangan dan praktik ibadah adalah hal yang wajar. Namun, cara kita menyikapi perbedaan tersebut sangat menentukan harmoni dan kedamaian di antara kita. Salah satu hal yang perlu kita perhatikan adalah penggunaan istilah “Wahabi” untuk menyebut kelompok pengikut Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab.

Sebagai seorang Muslim, mari kita berusaha menjaga adab dan etika dalam berkomunikasi dengan sesama, terutama ketika berbeda pandangan. Artikel ini akan membahas pentingnya menjaga kerukunan, menghindari label yang tidak perlu, serta membangun sikap toleransi dalam keberagaman.


Jangan Jadikan Label sebagai Alat Perpecahan

Sebutan “Wahabi” sering digunakan untuk merujuk kepada pengikut Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, tetapi istilah ini cenderung memiliki konotasi negatif di beberapa kalangan. Padahal, mereka adalah saudara seiman yang memiliki tujuan yang sama: beribadah kepada Allah SWT. Walaupun ada perbedaan dalam cara beribadah atau pandangan tertentu, hal itu tidak seharusnya menjadi alasan untuk merusak ukhuwah Islamiyah.

Sebagai sesama Muslim, kita harus ingat bahwa identitas atau nama kelompok bukanlah dasar untuk membeda-bedakan. Identitas itu adalah sarana untuk saling mengenal, bukan untuk saling menjauhkan. Allah SWT berfirman:

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.”
(QS. Al-Hujurat: 13)

Dalam ayat ini, Allah mengajarkan bahwa keberagaman adalah bagian dari kehendak-Nya. Maka, kita seharusnya menjadikan perbedaan sebagai alasan untuk mempererat persaudaraan, bukan sebaliknya.


Menghormati Identitas dan Tradisi Orang Lain

Sebagai contoh, saya pribadi adalah seorang Nahdliyyin (NU), yang termasuk golongan Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah). Orang-orang yang mengenal saya pasti memahami tradisi-tradisi yang saya amalkan, seperti:

  • Tahlilan, sebagai doa bersama untuk mendoakan orang yang telah meninggal.
  • Sholawatan, bentuk kecintaan kepada Rasulullah SAW.
  • Yasinan, membaca surat Yasin bersama-sama.
  • Ziarah kubur, untuk mengingat kematian dan mendoakan ahli kubur.
  • Istighotsah, memohon pertolongan Allah dalam doa berjamaah.

Tradisi ini umum dilakukan oleh masyarakat NU di berbagai daerah. Namun, saya juga menyadari bahwa tidak semua orang memiliki pandangan yang sama, baik dari golongan NU maupun dari luar NU.

Sebagai seorang Muslim, saya berharap orang-orang memahami tradisi saya tanpa perlu menghakimi. Begitu pula sebaliknya, saya berusaha untuk menghormati praktik ibadah dan pandangan dari saudara-saudara Muslim lainnya, meskipun berbeda.


Islam Itu Rahmat untuk Semua

Rasulullah SAW diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Hal ini tercermin dalam firman Allah:

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al-Anbiya: 107)

Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk berbuat baik kepada siapa saja, tanpa memandang suku, agama, atau keyakinan. Kita bisa bergaul dengan baik kepada siapa saja, baik itu:

  • Sesama Muslim, tanpa memandang golongan (Sunni, Syiah, atau lainnya).
  • Non-Muslim, seperti Yahudi, Nasrani, Majusi, bahkan mereka yang tidak beragama sekalipun.

Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang, toleransi, dan saling menghormati. Maka, alangkah baiknya jika kita sebagai Muslim dapat menunjukkan sikap tersebut dalam kehidupan sehari-hari.


Menghindari Konflik dalam Perbedaan

Ketika kita berinteraksi dengan saudara Muslim yang berbeda pandangan, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga keharmonisan:

  1. Hindari Diskusi yang Tidak Perlu
    Jangan memaksakan pandangan kita kepada orang lain, apalagi jika berpotensi menimbulkan perdebatan atau konflik. Fokuslah pada hal-hal yang mempererat hubungan, bukan yang memecah belah.
  2. Pahami Batasan Diri
    Jika ada hal yang tidak kita pahami tentang tradisi atau pandangan orang lain, lebih baik tanyakan dengan sikap terbuka daripada langsung menghakimi.
  3. Utamakan Kesamaan, Bukan Perbedaan
    Sebagai Muslim, kita memiliki banyak kesamaan, seperti rukun iman, rukun Islam, dan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Fokus pada hal-hal ini akan membantu kita menjaga persaudaraan.

Penutup

Menghindari penggunaan istilah “Wahabi” untuk menyebut kelompok tertentu adalah langkah kecil yang bisa membantu menjaga kerukunan dalam komunitas Muslim. Mari kita jadikan Islam sebagai rahmat untuk semua, dengan menunjukkan sikap toleransi, menghormati perbedaan, dan memfokuskan diri pada kesamaan yang kita miliki.

Perbedaan adalah bagian dari kehendak Allah SWT, dan tugas kita adalah menjadikannya sarana untuk saling mengenal, memahami, dan memperkuat ukhuwah Islamiyah. Semoga kita semua dapat menjadi Muslim yang mencerminkan rahmat Islam kepada siapa saja.

Mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan. Minal aidin wal faizin. 😊🙏

Jangan Panggil Mereka dengan Wahabi

Jangan Panggil Mereka dengan Sebutan "Wahabi": Menjaga Kerukunan dalam Keberagaman

Dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam komunitas Muslim, keberagaman pandangan dan praktik ibadah adalah hal yang wajar. Namun, cara kita menyikapi perbedaan tersebut sangat menentukan harmoni dan kedamaian di antara kita. Salah satu hal yang perlu kita perhatikan adalah penggunaan istilah “Wahabi” untuk menyebut kelompok pengikut Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab.

Sebagai seorang Muslim, mari kita berusaha menjaga adab dan etika dalam berkomunikasi dengan sesama, terutama ketika berbeda pandangan. Artikel ini akan membahas pentingnya menjaga kerukunan, menghindari label yang tidak perlu, serta membangun sikap toleransi dalam keberagaman.


Jangan Jadikan Label sebagai Alat Perpecahan

Sebutan “Wahabi” sering digunakan untuk merujuk kepada pengikut Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, tetapi istilah ini cenderung memiliki konotasi negatif di beberapa kalangan. Padahal, mereka adalah saudara seiman yang memiliki tujuan yang sama: beribadah kepada Allah SWT. Walaupun ada perbedaan dalam cara beribadah atau pandangan tertentu, hal itu tidak seharusnya menjadi alasan untuk merusak ukhuwah Islamiyah.

Sebagai sesama Muslim, kita harus ingat bahwa identitas atau nama kelompok bukanlah dasar untuk membeda-bedakan. Identitas itu adalah sarana untuk saling mengenal, bukan untuk saling menjauhkan. Allah SWT berfirman:

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.”
(QS. Al-Hujurat: 13)

Dalam ayat ini, Allah mengajarkan bahwa keberagaman adalah bagian dari kehendak-Nya. Maka, kita seharusnya menjadikan perbedaan sebagai alasan untuk mempererat persaudaraan, bukan sebaliknya.


Menghormati Identitas dan Tradisi Orang Lain

Sebagai contoh, saya pribadi adalah seorang Nahdliyyin (NU), yang termasuk golongan Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah). Orang-orang yang mengenal saya pasti memahami tradisi-tradisi yang saya amalkan, seperti:

  • Tahlilan, sebagai doa bersama untuk mendoakan orang yang telah meninggal.
  • Sholawatan, bentuk kecintaan kepada Rasulullah SAW.
  • Yasinan, membaca surat Yasin bersama-sama.
  • Ziarah kubur, untuk mengingat kematian dan mendoakan ahli kubur.
  • Istighotsah, memohon pertolongan Allah dalam doa berjamaah.

Tradisi ini umum dilakukan oleh masyarakat NU di berbagai daerah. Namun, saya juga menyadari bahwa tidak semua orang memiliki pandangan yang sama, baik dari golongan NU maupun dari luar NU.

Sebagai seorang Muslim, saya berharap orang-orang memahami tradisi saya tanpa perlu menghakimi. Begitu pula sebaliknya, saya berusaha untuk menghormati praktik ibadah dan pandangan dari saudara-saudara Muslim lainnya, meskipun berbeda.


Islam Itu Rahmat untuk Semua

Rasulullah SAW diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Hal ini tercermin dalam firman Allah:

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al-Anbiya: 107)

Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk berbuat baik kepada siapa saja, tanpa memandang suku, agama, atau keyakinan. Kita bisa bergaul dengan baik kepada siapa saja, baik itu:

  • Sesama Muslim, tanpa memandang golongan (Sunni, Syiah, atau lainnya).
  • Non-Muslim, seperti Yahudi, Nasrani, Majusi, bahkan mereka yang tidak beragama sekalipun.

Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang, toleransi, dan saling menghormati. Maka, alangkah baiknya jika kita sebagai Muslim dapat menunjukkan sikap tersebut dalam kehidupan sehari-hari.


Menghindari Konflik dalam Perbedaan

Ketika kita berinteraksi dengan saudara Muslim yang berbeda pandangan, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga keharmonisan:

  1. Hindari Diskusi yang Tidak Perlu
    Jangan memaksakan pandangan kita kepada orang lain, apalagi jika berpotensi menimbulkan perdebatan atau konflik. Fokuslah pada hal-hal yang mempererat hubungan, bukan yang memecah belah.
  2. Pahami Batasan Diri
    Jika ada hal yang tidak kita pahami tentang tradisi atau pandangan orang lain, lebih baik tanyakan dengan sikap terbuka daripada langsung menghakimi.
  3. Utamakan Kesamaan, Bukan Perbedaan
    Sebagai Muslim, kita memiliki banyak kesamaan, seperti rukun iman, rukun Islam, dan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Fokus pada hal-hal ini akan membantu kita menjaga persaudaraan.

Penutup

Menghindari penggunaan istilah “Wahabi” untuk menyebut kelompok tertentu adalah langkah kecil yang bisa membantu menjaga kerukunan dalam komunitas Muslim. Mari kita jadikan Islam sebagai rahmat untuk semua, dengan menunjukkan sikap toleransi, menghormati perbedaan, dan memfokuskan diri pada kesamaan yang kita miliki.

Perbedaan adalah bagian dari kehendak Allah SWT, dan tugas kita adalah menjadikannya sarana untuk saling mengenal, memahami, dan memperkuat ukhuwah Islamiyah. Semoga kita semua dapat menjadi Muslim yang mencerminkan rahmat Islam kepada siapa saja.

Mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan. Minal aidin wal faizin. 😊🙏

No comments