Cerita di balik logo dan panji NU

Thursday, February 1, 2018

Cerita di balik logo dan panji NU

Setelah Nahdlatoel Oelama (NU) dideklarasikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 dengan berbagai aral melintang yang ada namun berhasil dilalui, Kyai Wahab Hasbullah pun memanggil Kyai Ridlwan Bubutan Surabaya.

“Yai, jenengan kulo tugasi ndamel gambar lambang lan panji nipun NU geh. Jenengan damel sing sahe, enak didelok, mboten mboseni lan mpun ngantos niru saking lintune. Saget geh, Yai?”
“Geh yai, insya Allah .. sendiko dawuh”

Di tengah tugas berat dari Kyai Wahab Hasbullah itu, Kyai Ridlwan pun mencoba keras untuk memikirkan gambar logo yang pas untuk jadi lambang NU. Maklum, kriteria yang disampaikan Kyai Wahab Hasbullah memang cukup berat; bagus, enak dipandang, tidak membosankan dan tidak boleh meniru dari gambar dan logo simbol manapun.

Maka di tengah kebingungan, beristikhorohlah Kyai Ridwan untuk menjalankan perintah Kyai Wahab Hasbullah itu. Hingga setelah istikhoroh sebanyak 3 kali, Allah pun memberikan petunjuk kepada Kyai Ridwan “ru’ya shodiqoh” dengan ditampakkan gambar dan panji yang sekarang menjadi lambang dan logo NU itu di langit ketika beliau tidur setelah menjelankan sholat istikhoroh.

Begitu bangun, Kyai Ridwan pun menggambar apa yang beliau lihat di langit dalam mimpi beliau itu dalam sketsa kertas lengkap dengan warna hijau yang Allah berikan petunjuknya melalui mimpi beliau itu. Lalu disodorkanlah gambar sketsa panji NU itu kepada Kyai Wahab Hasbullah.

“Kok sahe yai, niru saking pundi jenengan?”
“Boten niru yai. Kan jenengan sampun dawuh boten pareng niru saking gambar pundi kemawon?”
“Ah, mboten mungkin yai. Jenengan niki mesti niru”
“Saestu yai, boten niru”
“Geh mustahil yai, wong sahene ngaten kok mboten niru”

Kyai Ridlwan pun akhirnya bercerita kepada kyai Wahab Hasbullah bahwa gambar itu adalah hasil istikhoroh beliau selama 3 hari berturut-turut hingga Allah menampakkan gambar itu di langit saat beliau mimpi dan beliau pun mencontoh persis sama di kertas yang disodorkan kepada Kyai Wahab Hasbullah.

“Lha, berarti jenengan niku lak niru tho, Yai?. Niru saking gusti Allah?”
“Hehe .. Njeh yai, pangapunten”
“Sahe pun Yai. Sakniki monggo gambar niku dipun salin ten kain, ben tambah sahe”

Sreeeeet ____________

Menurut cerita, untuk mencari kain yang hijaunya sama persis seperti yang digambarkan dalam mimpi istikhoroh itu, Kyai Ridwan pun keliling Surabaya hingga pelosok-pelosok, namun tak kunjung bisa menemukan. Hingga beliau pun baru menemukan setelah keliling di toko-toko kain di depan pasar besar Malang (pertokoan kain cina Tolaram).

Hingga setelah simbol logo NU itu disalin di kain dan dijadikan panji resmi NU, Kyai Ridlwan sebenarnya belum mengerti apa maksud dan arti dari simbol NU itu karena beliau hanya ditugasi Kyai Wahab untuk mencipta dan membuat gambar saja. Justru yang bisa mengartikan dan menjelaskan arti dari simbol dan logo NU itu secara ‘jlentreh’ adalah Kyai Wahab Hasbullah ketika beliau diundang ke istana oleh Presiden Soekarno dan diminta untuk bisa menjelaskan makna dan arti dari simbol NU itu.

“Bumi itu melambangkan kemakmuran. Hijau itu melambangkan kedamaian sebagaimana Rasulullah Saw contohkan melalui simbol serban hijau beliau. Tali tampar itu adalah simbol ikatan persaudaraan umat Islam yang kukuh. Bintang besar di atas adalah simbol dari Rasulullah Saw dan ajarannya, karena NU adalah jam’iyah ahlus sunnah wal jamaah. Sedangkan empat bintang di sampingnya adalah simbol para Khulafaur Rosyidin. Manakala empat bintang di bawah adalah simbol dari empat Imam madhab yang dianut oleh NU. Dan jika dijumlah, bintang itu semuanya ada 9, yang menyimbolkan bahwa NU adalah jam’iyah yang menjaga dan melestarikan ajaran wali songo sampai kapanpun” papar Kyai Wahab Hasbullah menjelaskan logo NU hingga membuat presiden Soekarno terpukau mendengarnya.

Maka jangan aneh jika menurut riwayat, pada tahun 1946 ketika Muktamar NU yang ke 16 diselenggarakan di Purwokerto dimana Hadlrotus Syaikh Hasyim Asyari tetap terpilih menjadi Rais Akbar Nahdlotoel Ulama, presiden Soekarno yang hadir pun menyampaikan pidatonya:

“Andai harus merangkak, saya akan tetap menghadiri acara muktamar ini, demi menunjukkan kecintaan saya pada NU”

Sreeeeet ______________

Inilah sekelumit cerita Kyai Mujib Ridlwan putera dari Kyai Ridlwan Bubutan Surabaya yang dikenal sebagai pencipta simbol dan panji NU yang menceritakan asbabul wurud simbol dan logo NU yang indah dan memiliki makna yang dalam itu.

Lahul fatihah...

No comments