Mbah Maimoen mulai ngaji kepada ayahnya. Di usia 17 sudah kuasai kitab-kitab dasar berbagai ilmu keislaman. Setelah itu, di masa remajanya, beliau lanjut mengaji di Pesantren Lirboyo selama 5 tahun kepada Kiai Abdul Karim, Kiai Mahrus Ali, dan Kiai Marzuqi Dahlan.
Seusai ngaji di Lirboyo, usia 21 tahun Mbah Maimoen ke Tanah Suci dan mengaji selama 2 tahun, kepada Sayyid Alawi al-Maliki, Syaikh Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Kutbi, Syaikh Yasin al-Fadani, Syaikh Abdul Qodir al-Mandily, dan Syaikh Imron Rosyadi di Darul Ulum Mekah.
Sepulang dari Tanah Suci usia 23, Mbah Maimoen lanjut ngaji; Kiai Baidhowi Lasem, Kiai Ali Krapyak, Kiai Bisri Rembang, Kiai Muslih Mranggen, Kiai Abbas Buntet, Kiai Fadhol Senori, Kiai Hamid Pasuruan, Habib Abdul Qadir Bilfaqih Malang, dan Habib Ali Alatthas Pekalongan, dll.
Tahun 1964M (usia 36 tahun), Mbah Maimoen mendirikan musholla kecil untuk mengajar masyarakat di desa Sarang. Tahun 1966, membangun kamar di sebelah musholla untuk santri yang menghendaki mondok. Tahun tahun 1970; berdirilah Pesantren Al-Anwar.
Mbah Maimoen tiap hari mengaji ilmu tingkat lanjut; Fathul Wahhab, Syarah Mahalli, Jam’ul Jawami’, Ihya ‘Ulumiddin, dll. Saat Ramadan, beliau mengaji Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Muwattha, dll. Tiap Ahad beliau ngaji Tafsir Jalalain bersama ribuan masyarakat umum.
Mbah Maimoen pernah jadi anggota DPRD Kabupaten Rembang 7 tahun, anggota MPR RI utusan daerah 3 periode. Sejak dahulu berjuang melalui PPP. Di PBNU, beliau menjadi mustasyar serta duduk di ‘majlis ifta wal irsyad’ Jamiyah Ahlit Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (JATMAN).
Mbah Maimoen dikenal sebagai sosok yang mandiri sejak muda. Beliau pernah menjadi petugas koramil, kepala pasar, pengayong bulog, ketua koperasi, hingga bekerja di pelelangan ikan. Macam-macam pekerjaan beliau lakoni.
Mbah Maimoen sangat hati-hati dlam urusan nafkah. Saat menyimpan uang, Mbah Maemoen selalu membeda-bedakan lokasinya di lemari. Antara uang dari ceramah, atau dari partai, atau dari hasil penjualan warung, atau dari hasil pertanian. Tidak dicampur.
Kalau ada keperluan ceramah, Mbah Maimoen gunakan uang dari hasil ceramah. Kalau ada keperluan politik, beliau pakai uang hasil berpolitik. Adapun untuk keperluan nafkah keluarga dan makan sehari-hari, beliau ambil dari hasil pertanian dan warung beliau sendiri.
Ketika jadi anggota dewan, Mbah Maimoen tidak mau menikmati gajinya. Hal ini beliau lakukan untuk menghindari harta yang syubhat. Bahkan konon saat pergi ke Jakarta untuk keperluan politik, beliau sekeluarga memilih membawa bahan makanan sendiri untuk dimasak.
Di usianya yang lebih dari 90 tahun Mbah Maimoen masih membuka pintu rumahnya untuk menerima tamu setiap hari. Penulis pernah sowan satu kali dan terpana dengan segala keramahan beliau. Beliau juga kerap dikunjungi para ulama internasional dari berbagai penjuru dunia.
Saat dikunjungi Dr. Abdunnashir al-Malibari, Mbah Maimoen berkata; "Thaala 'umrii wa qalla 'amalii; sudah panjang usiaku namun sedikit amalku. 'Umrii fawqat tis'iin, ud'u lii an amuuta 'alaa diinil Islaam; usiaku sudah lebih dari 90 tahun, doakan aku agar mati dalam agama Islam."
Mbah Maimoen juga menyusun banyak kitab. Misalnya ‘Tarajim Masyayikh Sarang’ yang berisi biografi para kiai Sarang, kitab ‘Maslak at-Tanassuk al-Makki’, kitab ‘Ta'liqat Ala Jauharatit Tauhid’, kitab ‘Ta'liqat Ala Bad'i al-Amali’, kitab al-‘Ulama al-Mujaddidun’, dan lain-lainnya.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2753355934704843&id=100000913918658
No comments