Kisah Luarbiasa Hijrah Derry Sulaiman

Sharing Pengalaman Hijrah Derry Sulaiman, Seniman dan Pendakwah
---------------------------------------------------------------------------------------------
Sebelumnya saya minta maaf, karena telah merepotkan anda untuk membaca sebuah cerita yang panjang. Semalam, hari Ahad tanggal 16 November 2018 Derry Sulaiman, seniman dan pendakwah mengisi acara pengajian di Masjid Manarul Ilmi, Masjid Kampus ITS Surabaya. Acara dimulai Sehabis Sholat maghrib dan dilanjutkan setelah sholat Isya’. Acara pengajian selesai sekitar pukul 21.00. Sekitar 2.000 peserta ikhwan (Laporan Ketua Panita, Ustad Imam Sutrisno) dan 300 peserta akhwat hadir dalam acara ini (Laporan dari istri Ustad Hudzaifah Setyo). Acara diakhiri dengan makan bersama.

Banyak materi yang disampaikan oleh Beliau, salah satu poin yang menarik adalah tentang kisah Hijrahnya. Namanya aslinya adalah Dery Guswan Pramona, sementara Sulaiman adalah nama pemberian seorang Ulama India yang ada di Nizamuddin, Maulana Mustaqim. Awalnya Dery Sulaiman adalah seorang pemusik beraliran Metal dan tinggal di Jakarta. Merasa Jakarta tidak bisa  memberikan kebebasan hidup yang diinginkannya, maka dia kemudian pindah ke Bali. Salah satu alasan lain yang mungkin jarang diungkap ke publik adalah karena di Jakarta, dia banyak bertemu Da’i Da’i yang selalu mengatakan musik itu haram, musik itu haram. Sementara profesinya adalah sebagai pemusik. Merasa hidupnya selalu “direcoki” yang membuat dirinya tidak bebas, akhirnya Dery Sulaiman pindah ke Bali.

Di Jakarta, Dery Sulaiman punya sebuah Grup Band bernama Betrayer dan dia berperan sebagai gitarisnya. Setelah pindah ke Bali, Dery Sulaiman membentuk sebuah grup brand baru beraliran underground dengan nama “Born by Mistake”. Grup Band ini merupakan satu bentuk ekspresi pemberontakan jiwa untuk hidup bebas sebebas-bebasnya tanpa ada aturan apapun yang mengikat. Salah satu alasan lain Dery Sulaiman pindah ke Bali adalah karena di Bali banyak Bule, orang luar dan Dery Sulaiman berharap dengan perantaraan bule-bule tersebut dia bisa berkarir di luar negeri. Menjelang hijrahnya, Dery Sulaiman sempat mendapatkan kontrak untuk manggung di Australia, akan tetapi akhirnya kontrak tersebut dibatalkannya karena di lebih memilih untuk hijrah.

Dery Sulaiman pindah ke Bali pada tahun 1998. Hidayah itu mulai menyapanya pada tahun 2000. Tidak banyak orang Islam di Bali, sehingga Dery Sulaiman sebenarnya sudah menjadi TO (Target Operasi) para Da’i untuk diajak ke Jalan Allah SWT. Tidak terhitung Da’i yang mendatanginya dengan sabar dan kasih sayang. Bahkan ada Da’i yang datang ke Cafe tempat Dery Sulaiman manggung dan menungguinya sampai selesai manggung. Da’i tersebut juga ikut manggut-manggut mendengarkan Dery Sulaiman bernyanyi. Dery Sulaiman memperhatikan Da’i tersebut dan berkata dalam hati, jangan-jangan ini Da’i Rock and Roll. Para Da’i tersebut datang ke Cafe untuk mengajak Dery Sulaiman datang ke Masjid tempat para Da’i tersebut melaksanakan kegiatannya. Pada awal pembicarannya, Da’i tersebut menyampaikan kepada Dery Sulaiman, “Anda ini orang mulia”. Dery Sulaiman merasa senang, karena inilah pertama kalinya ada orang yang mengatakan dirinya yang berprofesi pemusik dengan aliran metal dan underground sebagai orang mulia. Da’i tersebut melanjutkan, “Anda adalah orang mulia karena di hati Anda ada kalimat Laa Ilaaha Illallah”.

Bolak balik para Da’i mendatanginya, sampai akhirnya Dery Sulaiman merasa bosan didatangi terus, menyerah dan mengatakan Insya Allah besok saya akan datang. (Pada suatu waktu setelah hijrahnya, Dery Sulaiman bercanda dengan temannya dan mengatakan “Saya ini telah dipaksa untuk masuk surga”. Temannya menimpali, “Lebih baik terpaksa masuk surga, daripada sukarela masuk neraka”).
Keesokan harinya Dery Sulaiman datang ke Masjid tempat para Da’i tersebut melakukan kegiatannya. Dia datang hanya sekedar untuk menunaikan janji yang telah disampaikannya ketika berada di Cafe. Dery Sulaiman mengatakan jangan menyelepekan perkataan “Insya Allah” dari para preman dan  orang-orang Metal, karena jarang-jarang mereka mengatakan perkataan. Bisa-bisa satu (1) tahun sekali mereka mengatakannya. Jadi kalau mereka mengatakan Insya Allah, maka mereka betul-betul menganggap hal tersebut sebagai sebuah janji yang harus mereka tepati.

Ketika Dery Sulaiman datang, para Da’i tersebut sedang duduk-duduk. Melihat kedatangan Dery Sulaiman, para Da’i tersebut semuanya berdiri, dan memeluknya satu persatu. Dery Sulaiman mengatakan “Inilah pertama kalinya saya dipeluk laki-laki”. Dan pada akhirnya dia tahu bahwa berpelukan ketika bertemu adalah Sunnah Rasulullah Muhammad SAW.

Jengah dengan pernyataan beberapa Da’i Jakarta yang secara langsung mengatakan “Musik Itu Haram!, Musik Itu Haram!, Musik Itu Haram!”, maka Dery mengajukan pertanyaan kepada para Da’i yang mengundangkan ke Masjid. “Bagaimana pendapat tuan tentang Musik Metal kami?”. Para Da’i tersebut menyampaikan jawaban yang sungguh berada di luar dugaan Dery Sulaiman. Para Da’i itu berkata, “Musik boleh Metal, tapi Sholat tak boleh tinggal”. Boleh juga jawaban para Da’i ini, saya suka, saya suka (Guman Dery Sulaiman dalam hatinya). Dia datang ke masjid bersama dengan temannya. Badan temannya tersebut penuh dengan tato. Dery Sulaiman kemudian mengajukan pertanyaan, “Bagaimana kalau ada orang bertato sholat?”. Da’i tersebut menjawab “Orang bertato sholat itu luar biasa, yang saya heran, ada orang tidak bertato tapi tidak sholat”. Beberapa jawaban hikmah tersebut akhirnya membuat Dery Sulaiman yang pada awalnya antipati dengan agama, mulai ada ketertarikan dengan agama.

Dery Sulaiman akhirnya memutuskan untuk ikut dengan para Da’i tersebut untuk sementara waktu. Setiap akan pamit pulang, Da’i tersebut mengatakan tunggu sebentar, kemudian Dery Sulaiman disibukkan dengan program-program ngaji, program mudzakarah, dan program silaturahmi dengan tetangga-tetangga di sekitar Masjid. Tak terasa, kebersamaan Dery Sulaiman dengan para Da’i tersebut sudah berlangsung selama tiga hari. Ya, tiga hari Dery Sulaiman i’tikaf di Masjid; tiga hari Dery Sulaiman mendengarkan kalam-kalam Allah SWT dibacakan; tiga hari Dery Sulaiman mendengarkan sabda-sabda Rasulullah SAW dibacakan; tiga hari Dery Sulaiman menjalankan sholat fardhu berjamaah; tiga hari Dery Sulaiman duduk dalam majelis Taklim; tiga hari Dery Sulaiman belajar melaksanakan sholat tahajud; tiga hari Dery Sulaiman belajar adab-adab sunnah dan mempraktekkannya; tiga hari Dery Sulaiman bersilaturahmi dan mengajak orang-orang di sekitar masjid untuk sholat  dan memakmurkan masjid; dan serangkaian ibadah yang lain telah dijalaninya selama tiga hari. Dalam sholat tahajudnya Dery Sulaiman menangis, teringat akan dosa-dosa yang telah dijalaninya.

Pada akhir hari ketiga, Dery Sulaiman Sulaiman yang mulai muncul ghirah agamanya bertanya kepada Da’i, apakah saya boleh memakai Surban (imamah) seperti yang tuan pakai. Sang Da’i menjawab boleh. Maka setelah hari itu sampai dengan hari ini Dery Sulaiman istiqomah menggunakan surbannya. Pulang ke rumah, perut teman-temannya menjadi mulas karena tertawa terus melihat perubahan yang ada pada Dery Sulaiman. Anak yang tadinya metal, rambung gondrong, beserta dengan atribut seperti yang dipakai oleh para musisi metal tersebut, pulang ke rumahnya dengan dandanan seperti seorang Syeih. Teman-temannya berkata: coba kita lihat, mampu berapa hari dia menggunakan pakaian seperti itu.

Proses hijrah memang penuh dengan cobaan. Satu (1) tahun setelah hijrah serta pakaian sunnahnya, terjadi sebuah tragedi besar, propaganda yang diarahkan kepada umat Islam, yaitu pengeboman Gedung WTC di Amerika Serikat. Dengan jenggot dan atribut sunnah yang digunakannya seperti jubah dan surban, Dery Sulaiman tidak pernah luput dari perhatian aparat. Polisi sering datang ke tempatnya untuk menginterogasi dirinya. Akan tetapi karena tidak ada bukti kuat yang mendukung keterlibatan Dery Sulaiman dalam serangkaian teror yang ada, maka Dery Sulaiman selalu lolos.
Tahun 2002 Bali Gempar dengan ledakan Bom Bali II yang dilakukan oleh Amrozi. Tak ayal lagi, dirinya yang berjenggot dan tampil dengan pakaian sunnah dicurigai oleh aparat kepolisian. Bolak balik petugas Kepolisian datang ke tempatnya untuk melakukan interogasi. Akan tetapi lagi-lagi polisi tidak punya bukti yang mendukung keterlibatan Dery Sulaiman dalam serangkaian aksi teror tersebut, sehingga sekali lagi Dery Sulaiman lolos.

Bahkan seorang aparat Kepolisian sempat berkata kepada Dery Sulaiman, “Bang lebih baik abang cukur jenggot dan jangan pakai pakaian seperti itu lagi, jangan pakai jubah dan Surban karena orang Bali sedang alergi dengan pakaian seperti itu”. Dery Sulaiman menjawab. “Sebelum saya membiarkan jenggot saya tumbuh dan menggunakan jubah serta sorban, saya sudah berpikir ribuan kali Pak Polisi. Dan saya tidak akan mencukup jenggot saya dan melepas jubah serta sorban saya. Lebih baik saya mati karena pakaian ini daripada saya harus melepaskannya”. Mendengar jawaban ini Bapak Polisi menyerah dan tidak mampu memaksa Dery Sulaiman lagi.

Dery Sulaiman menyelipkan dalam pengajiannya, “Jamaah kita bukan yang dicari-cari orang, tapi kitalah yang mencari-cari orang. Kita cari orang sampai ke rumah-rumah mereka. Jamaah kita ini bukan jamaah yang ditangkapi Polisi, tapi kitalah yang menangkapi Polisi untuk dibawa ke Masjid”.
Mulai dari hijrahnya sampai dengan tahun 2011, Dery Sulaiman sibuk dengan dakwahnya dan tidak pernah lagi bermain musik. Sampai akhirnya pada satu waktu di tahun 2011, di Antapani Bandung Dery Sulaiman bertemu dengan beberapa personil Peterpan (saat itu belum berganti nama menjadi Noah). Ariel Peterpan saat itu masih berada di “Pesantren”.

Saat itu Dery Sulaiman bertanya tentang kabar mereka dan teman-teman juga bertanya tentang kabar Dery Sulaiman dan aktivitasnya saat ini. Teman-temannya tersebut bertanya,  “Apakah Abang masih bermain musik sampai saat ?”. Sontak Dery Sulaiman kaget pertanyaan teman-teman tersebut, dia langsung sadar, bahwa selama ini dia telah putus hubungan dengan komunitasnya dulu, dia tidak ada pemikiran untuk membawa teman-teman yang aktif dalam dunia musik untuk berhijrah. “Kemana saja aku selama ini ? Kenapa aku lalai untuk mengajak teman-temanku ke dalam jalan Dakwah ini” (Guman nya dalam hati).

Dery Sulaiman berkata, aku memang sudah berhenti bermain musik, tapi aku punya sebuah syair (lagu). Kemudian Dery Sulaiman menyenandungkan syair lagu DSAS (Dunia Sementara, Akhirat Selama-lamanya). Lagu yang sudah diaransemen, bisa dibuka di link berikut ini:

https://www.youtube.com/watch?v=d7bSUxs2cKY

Teman-temannya langsung mengatakan, ayo bang, kita produksi lagunya, pasti booming itu nanti. Tapi Dery Sulaiman sementara menolak ajakan teman-temannya untuk memproduksi lagi DSAS tersebut. Kemudian Dery Sulaiman berkonsultasi dengan beberapa Ulama Dakwah. Setelah melalui proses musyawarah, maka kemudian ulama-ulama tersebut menyampaikan: “Kamu boleh bermain musik lagi, tapi bukan karena tertarik dengan musik, tapi kamu bermain musik adalah untuk menarik teman-temanmu yang selama ini bermusik ke Jalan Allah SWT”.

Kemudian Bang Dery Sulaiman dalam pengajiannya juga menyampaikan sedikit kisah tentang Walisongo. Sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri, bahwa beberapa anggota walisongo melakukan dakwah mereka dari panggung-panggung hiburan. Dengan wayangnya, ataupun dengan media hiburan yang lain, Walisongo telah menyampaikan dakwahnya. Bahkan ada satu trik yang menarik, yaitu orang-orang boleh menonton hiburan dari Walisongo dengan syarat mereka mengucapkan Password. Apa Paswordnya ? Paswordnya adalah Kalimat “Asyhadu Alla Ilaaha Illallah, Wa Ayhadu Anna Muhamammadar Rasulullah”. Begitu hikmah dakwah Walisongo tersebut sehingga tanpa terasa orang-orang tersebut telah masuk ke dalam Agama Islam.

Selain sebagai seorang pemusik, Dery Sulaiman juga merupakan seorang pelukis, spesialis pelukis foto. Dia punya dua galeri di Bali. Berangkat dari kisah Walisongo tersebut, Dery Sulaiman juga membuka Galery Fotonya secara gratis, asalkan pengunjung mau mengucapkan paswordnya, dan paswordnya adalah dua kalimah syahadat. Ribuan orang sudah masuk ke galerinya. Dery Sulaiman mengatakan, “Ini adalah ikhtiar saya, masalah hidayah itu adalah masalah Allah SWT”. Ada yang terus memeluk Islam, ada juga yang kembali kepada agama dan kepercayannya yang dahulu.

Lagu DSAS (Dunia Sementara Akhirat Selama-lamanya) kemudian booming setelah diperkenalkan oleh salah satu stasiun televisi dan dijadikan sebagai soundtrack Sinetron “Mak Ijah Pengen Naik Haji” yang disiarkan selama tiga tahunan. Waktu itu nama Dery Sulaiman tidak dimunculkan dalam setiap pengampilan lagu DSAS sebagai soundtrack di Sinetron “Mak Ijah Pengen Naik Haji”. “Sampai selesai sinetron, Mak Ijah tak kunjung naik haji karena hanya pengen saja”, Canda Dery Sulaiman.

Pada tahun 2015, Dery Sulaiman diundang oleh salah satu stasiun televisi untuk mengisi sebuah acara yang dinamai NGOPI (Ngobrol Perkara Iman). Sejak itulah maka Nama Dery Sulaiman mulai terkenal di dunia dakwah dan hiburan di Indonesia.

Saat ini, kata-kata “Dunia Sementara, Akhirat Selama-lamanya” bukanlah satu kata-kata yang aneh lagi. Banyak orang yang sudah terbiasa dengan kata-kata ini. Satu orang Da’i dari Pakistan mengatakan kepada Dery Sulaiman, “Lanjutkan dakwahmu melalui syair-syairmu itu, Kamu telah mampu mewujudkan apa yang lama kami cita-citakan dan usahakan, yaitu menanamkan keyakinan Dunia Sementara, Akherat Selama-lamanya”.

Satu tahun yang lalu, bersama Ustad Abdus Shomad, Dery Sulaiman berkunjung ke salah satu ulama besar di Mekah, yaitu Sayyid Ahmad bin Alwi Al Maliki. Sayyid bertanya “Aina Mughonni min Indonesia? (dimana penyair/ penyanyi dari Indonesia ?)”. Kemudian Sayyid Ahmad bin Alwi Al Maliki meminta Dery Sulaiman membawakah salah satu syairnya. Syair yang dibawakan bisa dibuka di link berikut ini:

https://www.youtube.com/watch?v=wuuxcfTt9yA

Mendengar Syair Sholawat dan Pujian kepada Nabi Muhammad SAW tersebut, Sayyid Ahmad bin Alwi Al Maliki menangis. Kemudian beliau berkata: “Teruskan Wahai Dery Sulaiman dakwahmu dengan syair-syairmu. Selama ini umat telah menjauh dari kami, tidak mau mendengarkan tausiah dari kami, tapi syair-syairmu telah membuat umat dekat kepada Agama, senang kepada Agama”.

Bang Dery Sulaiman sempat galau dengan keputusannya terjun lagi ke dunia musik, akan tetapi setelah mendapatkan arahan dari para ulama, akhirnya dia mantap terjun ke dunia musik. Musik hanya sebagai sarana untuk berdakwah. Dia tidak tertarik oleh musik, tapi melalui musik, Dery Sulaiman sedang berupaya untuk menarik teman-teman ke Jalan Allah SWT.

Memang ada beberapa perbedaan pendapat tentang musik. Ustad-ustad dari Salafi hampir semua mengharamkan musik secara mutlak. Tetapi mungkin ada baiknya, kita lihat dari perspektif yang lain, dari salah satu Ustad Favorit saya, Ustad Adi Hidayat.

Pendapat Ustad Adi Hidayat Tentang Musik
https://www.youtube.com/watch?v=VH7aSQm6gSU

Hukum dan Sikap Hukum Ustad Adi Hidayat Tentang Musik
https://www.youtube.com/watch?v=ip1ycpl096c

Tidak lupa, Dery Sulaiman menyampaikan pesan dari Syeh Abdul Wahhab Pakistan tentang tiga hal  yang harus dimiliki seorang Da’i yaitu: Lidah yang selalu manis, Hati yang selalu luas, dan pikiran yang selalu dingin. Lidah selalu manis bermakna bahwa seorang Da’i hendaknya  mempunyai tutur kata yang santun, tidak suka mencela, tidak suka menghina, dan tidak suka menyakiti orang lain. Dia tidak suka menyalahkan orang lain, karena kalau hanya untuk menyalahkan orang lain, maka anak kecilpun bisa. Tapi dia sibuk untuk mencari kesalahan dalam ada dalam dirinya. Kalau terjadi kerusakan pada umat ini, maka dia tidak akan menyalahkan orang lain, akan tetapi dia akan menunjuk pada dirinya. Umat ini rusak karena saya kurang berdakwah, umat ini rusak karena saya kurang berkorban.

Bang Dery Sulaiman, mudah-mudahan Allah SWT mengistiqomahkan Abang dalam Jalan Dakwah ini, dan sesuai dengan cita-cita Abang, mudah-mudahan Abang dimatikan oleh Allah SWT ketika membawa agama ini ke ujung-ujung dunia. Doanya juga untuk saya Bang.

Surabaya, 10 Rabiul Akhir 1440 H (17 Desember 2018)
Umat Nabi Muhammad SAW yang sedang menjalani proses Islah Diri.

No comments